Sejarah Banten merupakan sebuah rujukan yang cocok untuk analisis sejarah Nusantara. Pertama, Kesultanan Banten memiliki ciri-ciri yang sama dengan kesultanan-kesultanan di Sumatra atau di Semenanjung Melayu, tetapi Banten menampilkan suatu kekhasan dengan posisinya yang berada di perbatasan antara dua tradisi utama Nusantara, yaitu tradisi kerajaan Jawa dan tradisi tempat perdagangan Melayu. Dari segi tempat perdagangan Melayu, Banten memperoleh pendapatan utamanya dari perdagangan ibu kotanya yang juga merupakan pelabuhan dan menampung penduduk yang sangat heterogen, ingin mempertahankan identitasnya.
Banten tumbuh dan dibesarkan oleh peran pedagang, mulai dari strata terendah, menengah (perantara) sampai pada elite priyayi pedagang di strata paling atas. Penetrasi kekuasaan militer dan armada dagang Belanda, menghapus perdagangan perantra dan berbagai jenis industri. Masyarakat Banten hanya mengenal dua golongan, yakni golongan penguasa dan golongan petani penghasil agrikultur. Masa lalu Banten dikenal karena daerah ini pernah berdiri sebuah kerajaan Islam. Naum sebenarnya jauh sebelum berdirinya kerajaan Islam, Banten telah memiliki kebudayaan yang cukup tinggi. Inventarisasi dan penelitian peninggalan purbakala yang dimulai sejak abad ke-19 di dearah Banten membuktikan hal tersebut.
Pemahaman kesejarahan Banten tidak bisa dilepaskan dari keadaan situasi kemasyarakatan yang terjadi jauh di belakang dan dalam lingkup yang lebih luas. Sebelum para penyiar agama Islam datang, di Indonesia sudah berkembang berbagai kepercayaan, baik berupa kepercayaan asli seperti animisme, maupun agama Hindu dan Budha yang berasal dari Asia Selatan, bahkan semacam percampuran (sinkretisme) dari berbagai kepercayaan agama Hindu dan Budha. Hal ini mengandung pengertian bahwa bagian masyarakat tertentu mencampur adukan unsur-unsur dari ajaran serta upacara-upacara dari kepercayaan dan agama Hindu dan Budha.

Pada masa Pakuan, penyebaran Islam di Banten yang terjadi pada tahun 1521-1535. Dalam cacatan sejarah, ulama tersebut bernama Ali Rahmatullah, ia berasal dari Kamboja, maksud kedatngannya adalah untuk mengdakan dakwah  keliling dari Jawa paling barat hingga Jawa paling timur. Penyebaran Islam berikutnya berasal dari putra pribumi yang berasal dari silsilah keturunan kerajaan Pakuan Pajajaran yang bernama Syarif Hidayatullah. Gelar Syarif, diturunkan dari ayahnya yang berasal dari kerajaan Mesir yang bernama Syarif Abdullah atau Maulana Sultan Mahmud. Seangkan ibunya Syarif Hidayatullah dari kerajaan Pakuan Pajajaran yang bernama Nhay Larasantang putri Prabu Siliwangi. Masuknya pengaruh Islam di Banten berdampak pada mundurnya pengaruh Hindu-Budha di Banten. Pusat kotanya dikenal dengan nama Surosowan, yang kini disebut Banten Lama. Kerajaan Islam Banten dari abad ke-16 sampai dengan abad ke-19.

Banten telah mengalami proses perjalanan sejarah dan budaya yang panjang. Banten merupakan salah satu provinsi dari negara kesatuan republik Indonesia. Selama dalam perjalanannya tesebut, Banten mewariskan tinggalan-tinggalan hasil kegiatan masyarakat dan kebudayaannya yang tak ternilai. Kekayaan dari beragam pusaka budaya Banten yang tinggi nilainya itu perlu dijunjung tinggi sebagai bukti perjalanan sejarah dan budaya yang dpat memberi sumbangan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, sejarah dan kebudayaan melalui penggalian nilai-nilai luhur yang tercermin didalamnya. Pusaka budaya tersebut dapat menjadi dasar dalam menumpuk kepribadian dan jati diri bangsa.